Selasa, 02 Februari 2021

TUTUP HINGGA NAIKKAN GAJI KARYAWAN, INILAH KISAH WARUNG MAKAN SAAT PANDEMI DI KAMPUS 1 UMS (Tugas Indepth)

 



Nasib Pemilik Warung di Sekitar UMS Selama Masa Pandemi

Pandemi covid-19 tidak hanya menghilangkan banyak nyawa, tetapi juga menghilangkan banyak mata pencaharian. Salah satu yang mengalaminya adalah pemilik warung makan. Mereka terpaksa mengurangi gaji karyawan, memecat karyawan hingga menutup warung makannya.

            Hal  ini di rasakan pula oleh sejumlah pemilik warung di kawasan kampus 1 UMS. Aseh (51), pemilik warung makan Salsa yang berada di Jl. Gatak III ini, awal masa pandemi warung nya masih berjualan, namun karena sepinya pelanggan, 7 bulan terakhir warung Salsa terpaksa tutup. Wanita bertubuh tambun ini bercerita mengenai kondisi warungnya, dengan mata yang sedikit berkaca-kaca, “Iya biasanya warung saya ramai sama mahasiswa, tapi sekarang ya mau gak mau harus tutup karena modalnya tidak ada untuk membeli bahan masakan,” ujarnya saat ditemui di kediamannya (21/10/20). Warung makan ini menjadi penghasilan utama Aseh dan keluarganya. Namun karena pandemi, ekonomi Aseh hanya bertumpu pada penghasilan suaminya yang bekerja sebagai tukang tambal ban serta anaknya yang bekerja di pabrik.


Kondisi rumah makan Salsa (21/10/20). Foto dokumen penulis

 

            Nasib serupa juga dialami oleh Rohmiati. Pemilik warung makan di Jl Gatak 1 ini, terpaksa menutup warung yang sudah didirikannya selama 10 tahun karena tidak ada pembeli. Mei 2020, Rohmiati berusaha melanjutkan bisnisnya, dengan cara pesan antar makanan. “warung saya tidak buka, tapi saya sering buat status di whatsapp, isinya ya menu seperti mie goreng, pecel lele, sop matahari, nasi goreng, teamlo”.  Karena keterbatasan finansial, semula warung makan ini memiliki 2 karyawan, tetapi di bulan Maret para karyawan ini terpaksa diberhentikan. Akhirnya para karyawan mencari pekerjaan lain, salah satunya ada yang beralih menjadi petani.



Warung makan Seleraku tutup saat pandemi. Foto dokumen penulis


Sedikit berbeda dari Aseh dan Rohmiati, Warsilah memilih untuk tetap membuka warungnya meski pendapatannya menurun. Pemilik warung makan Po’we yang berada di Jl. Tanuragan ini, sudah berjualan lauk dan nasi sejak 2015. Alasannya untuk tetap membuka warung makan adalah ketiadaan mata pencaharian lain, di samping itu Warsilah juga harus membayar sewa warungnya sebesar 18 juta/tahun. Bahkan selama pandemi warung yang biasanya tutup sore  buka hingga malam hari.  Ya,  mau gimana lagi. Saya juga harus pintar putar uang. Ya penghasilannya hanya cukup untuk makan, cicil kontrakan, dan modal dagang lagi,” ungkap wanita berumur 50 tahun saat diwawancari di warungnya.  Agar dapat terus berjualan, Warsilah mengurangi dagangannya sesuai dengan modal yang ia miliki. “Saya harus cari sayur yang murah tapi bagus. Terus saya juga belinya di tempat yang murah dekat bandar asana. Kalau di pasar Kleco itu mahal.”

Wawancara pemilik warung makan Po’we yang sedang memasak (21/10/20). Foto dokumen penulis.

 

Doni (22) Karyawan di Burjo Warmindo Ambucuy, mengaku gajinya tidak berkurang meski sedang pandemi. Warung makan yang berada di Jl. Beo Raya Timur masih tetap buka, tidak ada pengurangan menu namum setengah karyawannya di PHK. “Iya awalnya itu ada 8, pas pandemi secara bertahap pemilik warung  memecat 4 orang karyawannya,” ungkap pria muda berambut keriting itu (21/10/20). 

            Berbeda dari empat cerita di atas, warung OPJ tetap buka dengan menu yang sama banyaknya, bahkan pemilik warung mempertahankan dan menaikkan gaji karyawannya. “Karyawan saya tetap 6, sebenarnya bisa saja saya kurangi, tapi kasihan karena kan mereka juga butuh makan, ujar Bu Endang saat ditemui dikediamannya. Biasanya warung buka sampai pukul 14.00 WIB saat pandemi ini warung buka sampai pukul 21.00 WIB. Sistem kerjannya pun berbeda, saat ini karyawan bekerja dengan sistem shift. Tiga karyawan kerja pukul 06.00 – 14.00 WIB, 3 lainnya bekerja mulai pukul 14.00 – 21.00 WIB. Jika warung lain mengurangi gaji hingga memecat karywan pemilik warung ini justru menaikkan gaji karyawannya. Sebelum pandemi karyawan 5 ribu/jam sekarang mereka digaji 6 ribu/jam. Hal ini karena rasa kasihan pemiliknya.

            Meski berbeda kisah dan nasib, semua pemilik warung makan memiliki harapan yang sama terkait covid-19. Mereka berharap agar pandemi cepat usai dan semua kegiatan dapat berjalan normal. Dengan demikian, mereka juga dapat memiliki finansial yang cukup untuk terus melanjutkan hidup.

Alternatif Penjualan Warung Makan saat Pandemi

Sebelum pandemi, rasanya jualan makanan via online sudah hal yang biasa. Namun, baru-baru ini banyak pemilik warung makan yang awalnya hanya melayani jual beli langsung, ikut pula menjual dagangannya secara online, baik dengan sistem ojol (ojek online) atau pun DO (delivery order). Sejumlah warung makan ini di kawasan kampus 1 UMS pun banyak yang beralih menggunakan sistem online.

            Pendapatan melalui sistem ojek online juga tidak menentu. Seperti yang dialami Warsilah, pemilik warung makan Po’we. “orederan dari gojek pun tidak menentu. Sehari bisa Rp. 500.000 tapi kadang juga hanya dapat Rp. 50.000.” ungkapnya saat tengah mempersiapkan masakan untuk warungnya (21/10/20).

Pendapatan orderan ojek online ini, setidaknya mampu untuk membantu finansial dari warung makan tersebut. Pekerja warung makan lain, Doni (22), mengaku bahwa pendapatan saat pandemi ini bergantung pada pesanan ojol, “Selama pandemi warung mengandalkan pendapatan dari Go-food”. Meskipun demikian dirinya tetap bersyukur.  “Memang tidak banyak orderan seperti biasanya tetapi lumayan dari pada tidak ada pendapatan sama sekali,” ungkap laki-laki yang bekerja di Burjo Warmindo Ambucuy tersebut.

Senasib dengan Burjo Warmindo Ambucuy, warung makan OPJ yang berada di Jl. Beo Raya Timur, juga mengandalkan penjualan melalui ojek online, “Sebalum pandemi pun orderan dari Go-Food sangat ramai sekali,” kata Endang pemilik warung makan OPJ saat ditemui di kediamannya. Dia bercerita bahwa omset yang didapat tidak tentu bahkan turun drastis, sehingga saat pandemi seperti sekarang warungnya mengandalkan jasa ojek online.

Berbeda dengan tiga warung makan di atas, Aseh, pemilik warung makan Salsa, justru menutup total warungnya. Dia tidak mendaftarkan warung makannya di aplikasi ojek online. Bukan tanpa alasan, Aseh sempat meminta anaknya untuk mendaftarkan warungnya di Go-food, sayangnya, anaknya Aseh telat untuk mendaftar. “Mau bagaimana lagi, kalau dipikir-pikir pakai ojek online juga sepi soalnya mahasiswa juga belum balik ke kampus.” Ujar wanita 50 tahun tersebut.

Selain memanfaatkan ojek online dalam menjual daganganya, cara berbeda dilakukan oleh Rohmiati. Pemilik warung makan Seleraku ini, justur memanfaatkan whatsapp sebagai ajang mencari penghasilan. Dia menjajakan masakannya melalui status whatsapp, “Ya saya jual delivery order begitu, saya unggah foto masakan di status, kemudian kalau ada yang pesan, ya saya antar”.        Cara ini sudah dilakukannya setelah lebaran idulfitri 2020, agar tetap mendapatkan penghasilan.

 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TUTUP HINGGA NAIKKAN GAJI KARYAWAN, INILAH KISAH WARUNG MAKAN SAAT PANDEMI DI KAMPUS 1 UMS (Tugas Indepth)

  Nasib Pemilik Warung d i Sekitar UMS Selama Masa Pandemi Pandemi covid-19 tidak hanya menghilangkan banyak nyawa, tetapi juga menghilang...